Halo sobat Opedi, apa kabar sobat kali ini? Opedi doakan agar selalu diberi kebugaran oleh sang maha pemberi sehingga dapat menjalani...
Sebagaimana gambar yang
Opedi tampilkan di atas, terdapat dua jenis lambang yang dijadikan simbol dunia
kedokteran, yaitu caduceus dan asclepius. Hal ini pun ternyata serupa dengan
jawaban para pakar kedokteran. Bilamana ditanya sehubungan dengan nama dari
lambang tersebut maka sebagian akan menjawab ‘caduceus’ (kanan pada gambar) dan sebagian lainnya
menjawab ‘asclepius’ (kiri pada gambar).
Asclepius
Sebenarnya nama Asklepios
itu sendiri adalah nama dari seseorang yang dijuluki sebagai dewa pengobatan
dan penyembuhan dalam mitologi Yunani. Asklepios mewakili aspek penyembuhan
dari seni pengobatan, sementara putri-putrinya Hygieia, Meditrina, Iaso, Aceso,
Aglæa dan Panacea melambangkan kekuatan dari kebersihan, obat, dan penyembuhan.
Dalam mitologi Romawi dia dinamakan sebagai Vediovis. Alkisah dahulu Asclepius
pernah menghidupkan orang yang sudah mati dan oleh karenanya Asclepius dibunuh
Zeus dengan sambaran petir.
Konon ketika melakukan
pengobatan atau penyembuhan Asklepios selalu membawa tongkat kayu miliknya yang
dililit oleh seekor ular. Hal inilah yang kemudian dijadikan sebagai simbol
rujukan dunia kedokteran di era modern. Indonesia menjadi salah satu
negara yang memakai lambang asclepius sebagai simbol dunia kedokteran di
indonesia.
For Lambang dunia kedokteran di Indonesia:
Caduceus
Lain halnya dengan
Asclepius, caduceus adalah tongkat yang digenggam Hermes, yang juga dianggap
sebagai dewa asal Yunani yang melindungi para pedagang. Karena peranannya
sebagai pelindung para pedagang maka kemudian tongkat Hermes ini dijadikan
simbol tradisional dari Hermes (dewa pada mitologi yunani kuno) yang berupa dua
ular yang melilit sebuah tongkat bersayap dua. Simbol dua ular caduceus yang
melilit batang kayu dimasa lampau diasosiasikan dengan perdagangan, kelancaran
berbicara, tipu daya, dan negosiasi. Sedangkan dalam perkembangannya dari waktu
ke waktu caduceus ketika dihubungkan dengan obat-obatan dan dunia medis
senantiasa diasosikan dengan alkimia dan kebijaksanaan.
Hermes merupakan dewa
pembawa pesan dalam mitologi Yunani. Berbeda dengan Asclepios yang memang
dijuluki sebagai dewa penyembuhan. Hermes dilahirkan di Gunung Kellina di
Arkadia. Hermes adalah anak dari Zeus dan Maia dan merupakan salah satu dewa
Olimpus. Pada umumnya, Hermes digambarkan dengan topi bersayap (petasus),
sandal bersayap (talaria), dan tongkat bersayap yang dililit ular (caduceus).
Jadi simbol dunia kedokteran
yang sebenarnya adalah ‘Aclepius’. Namun karena sudah terjadi kesalahan
dokumentasi, kerancuan dan kesalahan persepsi, maka simbol ‘caduceus’ justru
dipakai secara luas di kawasan Amerika Utara pada akhir abad ke-19 dan awal
abad ke-20. Memang terdapat kesamaan antara tongkat milik Asklepios dan tongkat
milik Hermes, yang membedakan hanya tongkat milik Hermes bersayap sehingga
kemungkinan ini yang menyebabkan terjadinya kesalahan persepsi. Berdasarkan
dokumentasi sejarah modern, simbol caduceus pertama kali digunakan oleh korps
medis militer Amerika Serikat di tahun 1902.
Mengapa dipakai lambang ular
untuk merujuk pada seni pengobatan dan kedokteran ini? Selain fenomena tongkat milik Asclepios dan
Hermes, ada sebuah cerita menarik yang mendukung terbentuknya ular sebagai
lambang seni pengobatan. Pada zaman Hippocrates (bapak kedokteran), mereka yang
sakit akan ditempatkan pada kuil penyembuhan (healing temple) yang diberi nama
‘asclepion’. Di sana terdapat ular berkeliaran. Ular tersebut tak berbisa dan
dipelihara sebagai bagian dari ritual penyembuhan para pasien. Konon bisa
(racun) ular menyimbolkan kehidupan dan kematian. Racun ini bila memasuki
pembuluh darah akan mematikan (fatal), tetapi bila diminum dapat menjadi obat
penawar untuk menyembuhkan sejumlah penyakit.
Sejarah yang merujuk pada
kuil pengobatan zaman Yunani kuno ini tidak serta merta diakui oleh semua pakar
sejarah kedokteran. Ada teori lain yang diyakini sebagai asal-usul lambang
tongkat dan ular ini. Dia berasal dari penyakit cacing pita yang banyak
menjangkit manusia berabad-abad yang lalu, khususnya di kawasan Mediterania dan
benua Afrika. Nama cacing pita ini adalah Dracunculus medinensis yang jika
diterjemahkan ke dalam bahasa inggris menjadi little dragon from Medina karena
di kota Medina penyakit ini dahulu banyak berjangkit, dan nama awamnya adalah
Guinea worm, karena dahulu cacing ini banyak berkembang biak di pantai Guinea,
Afrika Barat.
Penyakit guinea worm ini
sangat mengerikan. Setelah larvanya masuk ke dalam perut melalui air minum yang
tercemar, maka dia tumbuh menjadi cacing pita dewasa. Cacing pita jantan
biasanya akan mati, tetapi cacing pita betina yang bisa mencapai panjang hingga
satu meter, akan menembus dinding usus dan berkelana sampai di bawah permukaan
kulit. Di situ dia akan membuat borok yang menimbulkan rasa nyeri yang teramat.
Melalui lubang di borok ini, guinea worm akan mengeluarkan sebagian dari
anggota tubuhnya untuk bertelur. Lokasi lubang borok ini biasanya di kaki, di
lengan, di batang tubuh (torso), di pantat dan alat kelamin.
Anggota tubuh cacing yang
menjulur sebagian ini tak mudah untuk ditarik keluar dengan tangan penderitanya
secara utuh. Bilamana badannya terputus sebagian di dalam badan si penderita,
maka akan menimbulkan infeksi beracun yang mengakibatkan artritis bila terjadi
di persendian dan kelumpuhan bila terjadi di sumsum tulang belakang.
Oleh karenanya, untuk
’memancing’ cacing pita ini, penduduk setempat memakai cara tradisional yang
dianggap ampuh sejak beratus tahun yang lalu. Anggota tubuh cacing pita yang
menjulur keluar dari lubang borok ini dipilin dengan sebatang ranting kecil.
Secara berkala, ranting ini digulung dengan berhati-hati sehingga semakin lama
semakin banyak anggota badan cacing ini yang tercabut. Persis seperti
menggulung benang layang-layang. Pada fiksi ’Dutch Wife’ karangan Eric
McCormack, dilukiskan dengan realistis seorang penjual buah di pasar
bertelanjang dada dan sesekali jari tangannya memilin ranting kecil yang seakan
menempel di perutnya.
Inilah kutipan narasi novel
’Dutch Wife’ mengenai ’guinea worm’: One morning early we went down to the
market. At the busiest fruit stall, the stallkeeper was a big man, naked to the
waist. He had a twig, a few inches long, somehow stuck to the surface of his
belly. While he was talking to my friend about the freshness of the cantaloupes
and the oranges, his fingers would occasionally go to the twig. He’d give it a
little slow twirl, the way you wind a wristwatch. (Suatu pagi kami pergi ke
pasar. Di kios buah penjualnya yang berbadan besar bertelanjang dada. Ada
ranting berukuran beberapa inci yang nampak menempel di perutnya. Sembari dia
menawarkan buah kantalop dan jeruk, sesekali jarinya meraba ranting kecil itu.
Dia akan memilinnya perlahan-lahan, seperti kalau kita memutar tombol arloji).
Konon gambaran ranting kecil
dan cacing yang terlilit di situ yang menjadi ilham untuk simbol dunia
kedokteran. Penyakit yang sudah menjangkiti manusia berabad-abad lamanya ini
kini sudah hampir dapat dieradikasi. Berkat kampanye Badan Kesehatan Dunia yang
tak kenal lelah, dracunculiasis (sebutan untuk penyakit cacing Dracunculus
medinensis) sudah hampir hilang dari muka bumi. Mungkin dengan dijadikannya
sebagai simbol kedokteran kita bisa mengenang bahwa dahulu pernah ada penyakit
menyeramkan yang disebabkan oleh guinea worm.
Nah itu dia sedikit cerita yang berkembang mengenai asal-usul terbentuknya lambang dunia kedokteran di dunia, semoga dapat menginspirasi sobat Opedi untuk selalu terbiasa hidup sehat dan senantiasa bersama-sama memberantas penyakit. Bukan hanya menjadi tugas para dokter semata yang menyembuhkan penyakit, yang terutama adalah sobat Opedi sendiri yang mengupayakan pencegahan dari berbagai penyakit.
Nah itu dia sedikit cerita yang berkembang mengenai asal-usul terbentuknya lambang dunia kedokteran di dunia, semoga dapat menginspirasi sobat Opedi untuk selalu terbiasa hidup sehat dan senantiasa bersama-sama memberantas penyakit. Bukan hanya menjadi tugas para dokter semata yang menyembuhkan penyakit, yang terutama adalah sobat Opedi sendiri yang mengupayakan pencegahan dari berbagai penyakit.
For Referensi:
Tidak ada komentar
Opedi memerlukan kritik dan saran dari sobat Opedi demi kelangsungan blog ini.
Buat yang sekadar ingin komentar dipersilahkan.
Budidayakan berkomentar dengan perkataan yang baik.