Bagi peserta CPNS yang telah mendaftar dan lolos seleksi administrasi maka peserta akan diperkenankan untuk mengikuti lanjutkan rangkaian te...
Bagi peserta CPNS yang telah mendaftar dan lolos seleksi administrasi maka peserta akan diperkenankan untuk mengikuti lanjutkan rangkaian tes, yaitu SKD (Seleksi Kompetensi Dasar) yang dikerjakan dengan metode CAT (Computer Assisted Test). Dalam tes SKD ini terdapat 3 bagian, yaitu TWK (Tes Wawasan Kebangsaan), TIU (Tes Inteligensi Umum), dan TKP (Tes Karakteristik Pribadi). Dari masing-masing TWK, TIU, dan TKP memiliki nilai ambang batas atau yang biasa sering disebut passing grade yang wajib dipenuhi peserta jika ingin dinyatakan lolos seleksi, diantaranya:
TWK : 65 poin dengan format 30 soal, benar bernilai 5, salah bernilai nol, dan tidak menjawab bernilai nol.
TIU : 85 poin dengan format 35 soal, benar bernilai 5, salah bernilai nol, dan tidak menjawab bernilai nol.
TKP : 166 poin dengan format 45 soal, dengan nilai maksimal 5 dan minimal 1 per soal.
Tes CAT ini berlangsung selama 100 menit.
Itulah sedikit informasi mengenai tes CPNS. Dan pada kesempatan kali ini, Opedi akan membahas fokus pada materi TWK (Tes Wawasan Kebangsaan).
Berikut ini adalah beberapa materi penting untuk Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) dalam ujian CPNS:
Pancasila
Sejarah Pancasila
Berikut adalah sejarah penting Pancasila secara rinci namun tetap mengutamakan inti dari proses pembentukannya:
1. Latar Belakang
Awal Proses Penyusunan Pancasila: Setelah Jepang menjanjikan kemerdekaan kepada Indonesia, dibentuklah BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) pada 1 Maret 1945. Tugas utama BPUPKI adalah merumuskan dasar negara untuk Indonesia yang merdeka.
2. Sidang Pertama BPUPKI (29 Mei – 1 Juni 1945)
Pada sidang pertama BPUPKI, anggota badan ini diminta memberikan pandangan mereka tentang dasar negara.
Mr. Muhammad Yamin (29 Mei 1945) menjadi salah satu pengusul pertama, yang menawarkan lima prinsip dasar:
- Peri Kebangsaan
- Peri Kemanusiaan
- Peri Ketuhanan
- Peri Kerakyatan
- Kesejahteraan Rakyat
Dr. Soepomo (31 Mei 1945) menyarankan dasar negara yang lebih berfokus pada paham integralistik, yaitu negara sebagai satu kesatuan organik yang tidak terpisah-pisah.
Soekarno (1 Juni 1945) mengusulkan konsep lima sila yang kemudian dinamakan "Pancasila":
- Kebangsaan Indonesia
- Internasionalisme atau Peri Kemanusiaan
- Mufakat atau Demokrasi
- Kesejahteraan Sosial
- Ketuhanan Yang Maha Esa
Soekarno juga menyarankan jika lima sila itu dianggap terlalu panjang, dapat dipadatkan menjadi tiga (Tri Sila), bahkan satu sila (Ekasila), yakni "Gotong Royong."
3. Panitia Sembilan dan Piagam Jakarta
Setelah sidang pertama BPUPKI, dibentuk Panitia Sembilan pada 22 Juni 1945 untuk merumuskan dasar negara secara lebih rinci. Panitia ini terdiri dari tokoh-tokoh penting seperti Soekarno, Hatta, Yamin, Soepomo, Agus Salim, dan Abikoesno.
Hasil kerja Panitia Sembilan adalah rumusan Piagam Jakarta (22 Juni 1945), yang memuat lima sila Pancasila:
- Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya
- Kemanusiaan yang adil dan beradab
- Persatuan Indonesia
- Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
- Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
4. Proklamasi dan Perubahan Piagam Jakarta (17 Agustus – 18 Agustus 1945)
17 Agustus 1945: Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya. Sehari setelah proklamasi, PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) mengadakan sidang.
18 Agustus 1945: Pada sidang PPKI, salah satu keputusan penting adalah mengesahkan Pembukaan UUD 1945 yang memuat rumusan Pancasila, dengan perubahan pada sila pertama dari Piagam Jakarta. Kalimat “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” diubah menjadi “Ketuhanan Yang Maha Esa” untuk menjaga persatuan bangsa Indonesia yang beragam agama.
5. Perkembangan Setelah Kemerdekaan
Setelah disahkan pada 18 Agustus 1945, Pancasila menjadi dasar negara Republik Indonesia yang termaktub dalam Pembukaan UUD 1945.
Orde Lama dan Orde Baru: Pada masa Orde Lama, Pancasila sering dikaitkan dengan pidato Soekarno dan kepemimpinan beliau. Sedangkan pada masa Orde Baru, Pancasila lebih diformalkan sebagai ideologi negara yang diperkenalkan melalui program Pendidikan Moral Pancasila (PMP).
Reformasi 1998: Pancasila tetap menjadi dasar negara yang tak tergantikan meskipun terjadi perubahan politik besar pada era reformasi. Pancasila terus diperkuat sebagai ideologi persatuan dalam keberagaman.
Butir-butir Pancasila
Isi Pancasila:
- Ketuhanan Yang Maha Esa
- Kemanusiaan yang adil dan beradab
- Persatuan Indonesia
- Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
- Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Dalam implementasinya, Pancasila terdiri dari 45 butir yang dijabarkan dari lima sila Pancasila. Berikut adalah pembagian lengkapnya sesuai masing-masing sila:
Sila Pertama: Ketuhanan Yang Maha Esa (7 butir)
- Bangsa Indonesia menyatakan kepercayaannya dan ketakwaannya kepada Tuhan Yang Maha Esa.
- Manusia Indonesia percaya dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
- Mengembangkan sikap hormat-menghormati dan bekerja sama antara pemeluk agama dengan penganut-penganut kepercayaan yang berbeda-beda terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
- Membina kerukunan hidup di antara sesama umat beragama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
- Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah masalah yang menyangkut hubungan pribadi manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa.
- Mengembangkan sikap saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing.
- Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa kepada orang lain.
Sila Kedua: Kemanusiaan yang Adil dan Beradab (10 butir)
- Mengakui dan memperlakukan manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
- Mengakui persamaan derajat, hak, dan kewajiban antara sesama manusia.
- Mengembangkan sikap saling mencintai sesama manusia.
- Mengembangkan sikap saling tenggang rasa dan tidak semena-mena terhadap orang lain.
- Mengembangkan sikap saling hormat-menghormati dan bekerja sama dengan bangsa lain.
- Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
- Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.
- Berani membela kebenaran dan keadilan.
- Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia.
- Mengembangkan sikap hormat-menghormati dan bekerja sama dengan bangsa lain.
Sila Ketiga: Persatuan Indonesia (7 butir)
- Mampu menempatkan persatuan, kesatuan, serta kepentingan dan keselamatan bangsa dan negara sebagai kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi atau golongan.
- Sanggup dan rela berkorban untuk kepentingan negara dan bangsa apabila diperlukan.
- Mengembangkan rasa cinta kepada tanah air dan bangsa.
- Mengembangkan rasa kebanggaan berkebangsaan dan bertanah air Indonesia.
- Memelihara ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
- Mengembangkan persatuan Indonesia atas dasar Bhinneka Tunggal Ika.
- Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa.
Sila Keempat: Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan (10 butir)
- Sebagai warga negara dan warga masyarakat, setiap manusia Indonesia mempunyai kedudukan, hak, dan kewajiban yang sama.
- Tidak boleh memaksakan kehendak kepada orang lain.
- Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama.
- Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat kekeluargaan.
- Menghormati dan menjunjung tinggi setiap keputusan yang dicapai sebagai hasil musyawarah.
- Dengan itikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil keputusan musyawarah.
- Di dalam musyawarah diutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan.
- Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur.
- Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, nilai-nilai kebenaran dan keadilan, serta mengutamakan persatuan dan kesatuan demi kepentingan bersama.
- Memberikan kepercayaan kepada wakil-wakil yang dipercayai untuk melaksanakan permusyawaratan.
Sila Kelima: Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia (11 butir)
- Mengembangkan perbuatan-perbuatan luhur, yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan.
- Mengembangkan sikap adil terhadap sesama.
- Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban.
- Menghormati hak orang lain.
- Suka memberi pertolongan kepada orang lain agar dapat berdiri sendiri.
- Tidak menggunakan hak milik untuk usaha-usaha yang bersifat pemerasan terhadap orang lain.
- Tidak menggunakan hak milik untuk hal-hal yang bersifat pemborosan dan gaya hidup mewah.
- Tidak menggunakan hak milik untuk bertentangan dengan atau merugikan kepentingan umum.
- Suka bekerja keras.
- Suka menghargai hasil karya orang lain yang bermanfaat bagi kemajuan dan kesejahteraan bersama.
- Suka melakukan kegiatan dalam rangka mewujudkan kemajuan yang merata dan berkeadilan sosial.
Dimensi Pancasila
Berikut adalah ringkasan materi tentang dimensi Pancasila:
1. Dimensi Realitas
Dimensi ini menjelaskan bahwa Pancasila mencerminkan realitas kehidupan bangsa Indonesia yang diambil dari nilai-nilai luhur, tradisi, dan budaya yang telah lama berkembang. Pancasila lahir dari sejarah dan kondisi masyarakat Indonesia, sehingga nilai-nilainya relevan dan nyata dalam kehidupan sehari-hari.
- Inti: Pancasila sesuai dengan kondisi sosial dan budaya bangsa.
- Contoh: Nilai gotong royong yang ada dalam masyarakat tercermin dalam Pancasila.
2. Dimensi Idealitas
Dimensi ini menggambarkan bahwa Pancasila mengandung cita-cita luhur yang ingin dicapai oleh bangsa Indonesia. Nilai-nilai Pancasila menjadi tujuan yang harus diwujudkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, seperti keadilan, persatuan, dan kesejahteraan.
- Inti: Pancasila adalah panduan untuk mencapai tujuan nasional yang ideal.
- Contoh: Sila Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia sebagai cita-cita keadilan.
3. Dimensi Fleksibilitas
Dimensi ini menunjukkan bahwa Pancasila bersifat dinamis dan fleksibel, sehingga bisa disesuaikan dengan perkembangan zaman tanpa mengubah esensi nilai-nilainya. Pancasila dapat diterapkan dalam berbagai konteks dan situasi dengan menjaga relevansinya terhadap tantangan yang dihadapi bangsa.
- Inti: Pancasila dapat beradaptasi dengan perubahan zaman.
- Contoh: Penerapan nilai-nilai Pancasila dalam era digital dan globalisasi.
Ketiga dimensi ini menjadikan Pancasila sebagai dasar negara yang relevan, ideal, dan fleksibel dalam menghadapi berbagai tantangan kehidupan.
Nilai-nilai Pancasila
Pancasila memiliki tiga jenis nilai utama yang menjadi dasar kehidupan berbangsa dan bernegara:
1. Nilai Dasar
Pengertian: Nilai-nilai fundamental yang menjadi esensi Pancasila dan tidak dapat diubah.
Contoh:
- Ketuhanan Yang Maha Esa
- Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
- Persatuan Indonesia
- Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan
- Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia
2. Nilai Instrumental
Pengertian: Penjabaran nilai dasar dalam bentuk peraturan perundang-undangan, kebijakan, dan lembaga yang berlaku di Indonesia.
Contoh:
- UUD 1945, peraturan-peraturan yang ditetapkan oleh pemerintah
- Kebijakan publik yang mengacu pada nilai-nilai Pancasila
3. Nilai Praktis
Pengertian: Penerapan langsung dari nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari oleh masyarakat.
Contoh:
- Praktik gotong royong
- Musyawarah untuk mufakat dalam pengambilan keputusan
- Perilaku adil dan menghargai sesama
Ketiga nilai ini saling berhubungan, di mana nilai dasar menjadi fondasi, nilai instrumental sebagai penjabaran konkrit, dan nilai praktis sebagai pelaksanaan dalam kehidupan nyata, membentuk karakter dan identitas bangsa Indonesia.
Filsafat Pancasila
Filsafat Pancasila adalah suatu sistem pemikiran yang mendasari Pancasila sebagai ideologi dan dasar negara Indonesia. Berikut adalah beberapa poin penting mengenai filsafat Pancasila:
1. Pengertian Filsafat Pancasila
Filsafat Pancasila mencakup pemikiran, nilai, dan norma yang terkandung dalam Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa. Pancasila bukan hanya sekadar norma hukum, tetapi juga merupakan pandangan hidup yang mencerminkan nilai-nilai yang dipegang teguh oleh bangsa Indonesia.
2. Aspek-Aspek Filsafat Pancasila
Ontologi (Apa yang ada): Menyatakan bahwa Pancasila merupakan realitas sosial yang berakar dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Ia mencerminkan kondisi sosial, budaya, dan nilai-nilai luhur yang hidup di masyarakat.
Epistemologi (Bagaimana kita mengetahui): Pancasila sebagai sumber pengetahuan dan kearifan lokal yang menggambarkan cara berpikir masyarakat Indonesia. Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila diambil dari pengalaman sejarah dan budaya masyarakat.
Aksiologi (Apa yang baik): Menentukan nilai-nilai yang baik dan benar yang harus dijunjung tinggi oleh masyarakat. Pancasila menjadi pedoman moral dan etika bagi individu dan negara dalam berinteraksi dan mengambil keputusan.
3. Nilai-Nilai Filosofis dalam Pancasila
Filsafat Pancasila mencakup nilai-nilai sebagai berikut:
- Kemanusiaan: Mengedepankan martabat dan hak asasi manusia.
- Persatuan: Menekankan pentingnya kesatuan dan kerukunan antarbangsa.
- Keadilan: Menjamin keadilan sosial dan kesejahteraan bagi seluruh rakyat.
- Demokrasi: Mengedepankan musyawarah dan partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan.
- Spiritualitas: Menjunjung tinggi nilai-nilai keagamaan dan ketuhanan.
4. Peran Filsafat Pancasila
Filsafat Pancasila berperan penting dalam:
- Menjadi landasan etika dan moral bagi kehidupan masyarakat.
- Mendorong sikap toleransi dan kerjasama antarwarga negara.
Memperkuat identitas bangsa dan budaya Indonesia.
Menyediakan dasar untuk pengambilan keputusan dalam pemerintahan dan kehidupan sosial.
UUD 1945
Pembukaan UUD 1945: Memuat dasar negara, tujuan negara, dan panduan pelaksanaan negara.
Pasal-pasal penting:
- Pasal 27: Hak dan kewajiban warga negara.
- Pasal 28: Hak asasi manusia (HAM).
- Pasal 30: Pertahanan dan keamanan negara.
- Pasal 33: Perekonomian berdasarkan asas kekeluargaan.
Perubahan (Amandemen) UUD 1945: Telah dilakukan empat kali amandemen yang menyempurnakan sistem ketatanegaraan Indonesia dimulai dari tahun 1999 Dan dilakukannya setiap tahun secara berturut-turut hingga empat kali
Bhinneka Tunggal Ika
- Makna: Bhinneka Tunggal Ika berarti "Berbeda-beda tetapi tetap satu," yang merupakan semboyan Indonesia untuk menghargai keragaman budaya, bahasa, agama, dan suku bangsa.
- Peran Bhinneka Tunggal Ika Sebagai landasan dalam menjaga kesatuan dan persatuan di tengah keragaman.
Sejarah Perjuangan Bangsa Indonesia
Penjajahan Belanda dan Jepang: Indonesia dijajah selama 350 tahun oleh Belanda dan beberapa tahun oleh Jepang.
Proklamasi Kemerdekaan: Pada 17 Agustus 1945, Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya oleh Soekarno-Hatta.
Tokoh Nasional: Seperti Soekarno, Hatta, Ki Hajar Dewantara, RA Kartini, dan Cut Nyak Dien.
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
Bentuk Negara: Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk republik.
Sistem Pemerintahan: Sistem presidensial dengan tiga cabang kekuasaan: eksekutif, legislatif, dan yudikatif.
Wilayah Indonesia: Indonesia terdiri dari 34 provinsi, dengan ribuan pulau yang tersebar dari Sabang hingga Merauke.
Wawasan Nusantara
Definisi: Pandangan geopolitik Indonesia yang menempatkan wilayah, bangsa, dan negara sebagai satu kesatuan utuh.
Aspek-aspek: Kesatuan ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan keamanan.
Hak Asasi Manusia (HAM)
Pengertian HAM: Hak dasar yang dimiliki oleh setiap individu sejak lahir sebagai manusia.
Deklarasi Universal HAM: Dokumen internasional yang memuat standar HAM global.
HAM dalam UUD 1945: Dijamin dalam Pasal 28 dan pasal-pasal lain yang mengatur hak-hak warga negara.
Sistem Pemerintahan Indonesia
Trias Politica: Pemisahan kekuasaan dalam tiga bidang, yaitu eksekutif (presiden), legislatif (DPR), dan yudikatif (MA, MK).
Pemilu: Mekanisme demokratis untuk memilih wakil rakyat dan pemimpin negara.
Otonomi Daerah
Pengertian Otonomi Daerah: Pemberian kewenangan kepada daerah untuk mengatur dan mengurus pemerintahan sendiri.
Dasar Hukum Otonomi Daerah: Diatur dalam UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Tidak ada komentar
Opedi memerlukan kritik dan saran dari sobat Opedi demi kelangsungan blog ini.
Buat yang sekadar ingin komentar dipersilahkan.
Budidayakan berkomentar dengan perkataan yang baik.